Semuanya Dimulai

Tahun 2017 lalu gue menginjak kelas 1 SMK. Gue agak sedikit canggung berkomunikasi dengan lawan jenis karena kurang terbiasa, mengingat dulu gue masuk di jurusan yang kurang banyak diminati wanita.

Entah bagaimana awalnya gue kenal dengan seseorang dan memiliki satu kebetulan: intinya sama-sama satu sekolah walaupun beda jurusan, dan hanya dipisahkan satu lantai. Gue rasa dia adalah wanita yang paling beda dengan lainnya. Dia juga wanita yang pernah ke rumah orang tua gue, lalu masuk ke rumah yang sepi itu, dan… mengobrol tentang apapun. Hanya mengobrol.


Masa itu seperti dunia kecil yang sempurna. Pulang sekolah bareng, mampir beli mie depan gerbang. Masa depan yang waktu itu kelihatan gampang banget diraih. Dia cerita soal tempat kuliah impian, dan gue sok-sokan yakin bakal jadi programmer terkenal suatu hari nanti.

Beberapa tahun berjalan berulang kali gue hampir bersalaman dengan malaikat maut, dan dia selalu jadi penyelamat. Pada dasarnya gue bukan orang yang baik. Lingkungan gue tercipta dari keburukan dunia. Sialnya, dia selalu sabar menghadapi semuanya bahkan ketika mustahil dilakukan.

Dari semua hal yang terjadi gue berjanji untuk berubah.

Jiwa Mulai Lelah

Singkat cerita, semua berjalan dengan jatuh bangun sampai dengan lulus SMK pada tahun 2020. Dia masuk perguruan tinggi hukum dengan beasiswa yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kuliah. Sedangkan gue, tertolak di berbagai macam cobaan beasiswa. Hingga berujung pada terpaksanya gue untuk mencari uang dari apapun dan manapun itu.

Gue selalu menganggap dia rumah, tapi bayangkan rumah yang ditinggali sudah hampir roboh. Sedikitnya perubahan dalam diri dia mulai terlihat. Pada dasarnya gue sadar hal itu terjadi karena perubahan yang gue lakukan tidak pernah berhasil.

Ada sebuah kejadian yang membuat gue dan dia ke kondisi seperti tidak terjadi apa-apa. Kondisi seperti, tidak pernah kenal sama sekali. Kejadian tersebut adalah salah satu kejadian yang paling gue sesali dalam hidup karena sifat kekanak-kanakan gue yang terlalu mementingkan ego daripada akal sehat pada saat itu dan bahkan perubahan itu tidak kunjung terjadi.

Setelah berbulan-bulan berlalu, kondisi berubah menjadi tertutupnya akses kontak dari yang sebelumnya hanya putus kontak. Akun sosial media dan perpesanan instan gue diblokir, yang mana karena keinginannya pada saat itu. Entah apa yang terjadi, sampai hari ini gue tidak menyangka semua ini.

Jiwa Hilang Arah

Sesuatu yang membuat gue tersenyum sinis ketika mengingatnya, sesuatu yang membuat gue merasa menjadi orang paling goblok sedunia setiap melihat foto yang ada di galeri.

Foto-foto tersebut tersimpan di folder bernama “Nevertheless” di setiap penyimpanan yang gue miliki.

Foto yang tidak pernah dibagikan, apalagi dipublikasikan.

In darkness, stars find their way.

In darkness, stars find their way.

Tahun 2021 tiba dengan harapan yang sama, perubahan diri. Kini uang yang gue tabung bisa dipakai untuk daftar kuliah. Setidaknya, niatan ini gue lakukan karena ingin mencoba lebih baik dari sebelumnya. Semua atas ambisi yang masih tersimpan didalam diri.

Perjalanan sebelumnya yang dia capai di kampusnya, gue coba setarakan. Gue bersyukur dia bisa mahir dalam organisasi kampusnya. Pada akhirnya dengan penuh perjuangan gue bisa jadi ketua bem di kampus, dan setidaknya upaya perubahan telah berjalan lagi.

Berulang kali gue berpikir kapan waktu yang tepat, untuk setidaknya bisa bicara dengan dia untuk memberi jawaban soal janji itu walaupun ini baru selangkah. Tapi saat gue mulai untuk membuka jalan, berulang kali jalan itu dia tutup. Tapi berulang kali juga gue yakin, mungkin ini belum waktunya.


Bagaimana rasanya cinta tak terbalas? Gue kurang tahu, tapi yang gue yakin, jika terasa sakit, yang lebih menyakitkan gue rasa adalah cinta tak tersampaikan. Cinta tak terbalas gue rasa hanya akan dipenuhi oleh amarah, berbeda dengan yang tak tersampaikan yang dipenuhi oleh penyesalan, setidaknya itu yang gue tahu.

Berbeda rasanya ketika target dari amarah itu sendiri adalah diri kita dan bukan orang lain. Bertahun-tahun rasa penyesalan itu masih ada, setiap teringat jalan yang sedang dilewati; setiap melihat orang tua, setiap melihat Ekologi, setiap melihat DoTA 2. Tidak sering, hanya, terasa sangat mengganggu ketika terjadi.

Pada akhirnya gue hanya akan mengerti saat semuanya sudah sangat terlambat.

Gue tidak pernah menyesali keputusan yang gue ambil, tapi seringkali menyesali saat tidak membuat keputusan sama sekali. Terlepas yang benar atau salah, membahagiakan ataupun menyakitkan: setidaknya gue membuat keputusan.

Jiwa Sudah Sakit

Kabar buruknya, tahun 2024 ditutup dengan diagnosa dokter terhadap gue.

Generalized Anxiety Disorder (GAD), Avoidant Personality Disorder (APD).

Bayangkan perasaan jiwa akan terlepas dari tubuh, menjadi depersonalisasi dan merasa seperti dunia di sekitar tidak nyata atau diri sendiri terlepas dari tubuh. Itu semua bisa terjadi kapan saja, saat ini menjadi sebuah masalah besar.

Gue dipecat dari pekerjaan yang menjadikan biaya kuliah tertumpuk, dan sudah sejak tahun 2024 awal hingga 2025 gue menjauhi semua orang dan meninggalkan dunia kampus. Karena penyendirian membantu gue lebih tenang. Kabar buruknya lagi, sejak 2022 gue sudah tinggal jauh dari orang tua dan menjalani hidup dengan bekerja lepas. Sedikit bingung dengan arah pulang, dimana tempat untuk gue bisa didengar.


Rasanya gue ingin setidaknya satu pertemuan akhir yang bisa terjadi. Untuk memberitahu bahwa masih ada seseorang yang, hanya menunggu dan tidak bergerak maju. Yang berharap apa yang diyakini benar, tanpa menyadari jika waktu terus berjalan. Tanpa melakukan ataupun mengucapkan apapun lagi.

Tidak sedikitpun gue menyalahkan dia atas semua yang terjadi, dia hanya sebuah tujuan. Tetapi apa yang gue hadapi berada diluar kontrol kendali gue.

Walau gue benci mengakuinya, sepertinya dia adalah cinta pertama gue. Dia adalah seseorang yang tidak pernah ingin gue lepas karena sebuah alasan. Dia adalah yang menjadi salah satu penyebab pertengkaran gue setiap kali menjalin hubungan dengan yang sudah-sudah karena namanya sering tersebut secara tidak sengaja. Dia adalah, dia—cukup.

Mengapa Tulisan Ini Ada

Mungkin lo bingung, apa hubungannya dengan semua ini? Mengapa gue membagikan cerita ini? Mengapa gue menceritakan sesuatu yang tidak pernah ingin gue ceritakan kepada siapapun? Mengapa lo membaca ini? Mengapa hari ini?

Kadang gue mempertanyakan, bagaimana rasanya jatuh cinta? Yang bukan karena penasaran apalagi pelarian? Yang mengucapkan “I love you” bukan hanya karena kata itu yang ingin dibaca ataupun didengar. Cinta yang tidak dibagi apalagi dibeli, yang suci seperti melati atau hati.

Akankah gue merasakannya setidaknya satu kali lagi di lain hari?